Lencana Facebook

Minggu, 24 November 2013

PENGALAMAN SAYA MENJADI KETUA OSIS

            Siang sahabat blogger.? J . perkenalkan nama saya Ryski Lumban Tobing. Saya disini akan berbagi tentang pengalaman saya sebagai ketua osis. Semuanya diawali dari saya menjabat sebagai ketua kelas, dan sewaktu pemilihan osis baru para pengurus kelas di ajak untuk rapat osis. Dan tanpa saya ketahui ternyata yang dirapatkan adalah pemilihan osis baru, dan sewaktu proses pemilihan berlangsung, saya di tunjuk oleh guru kesiswaan untuk dicalonkan sebagai pengurus osis. Dan mau tidak mau saya harus menurut apa kata guru. Dan setelah selesai pemilihan calon pengurus osis, ternyata eh ternyata, saya menjabat sebagai wakil ketua osis 2. Saya sebelumnya tidak menyangka bahwa saya akan dipilih, tetapi disamping itu saya tidak pernah menyukai jabatan saya ini, karena menurut saya, saya belum pantas menjadi pemimpin, apalagi menjadi wakil ketua osis 2, mungkin kalian bingung mengapa saya katakana bahwa saya menjabat menjadi pengurus osis 2.! Itu karena pengurus osis yang dibuat terdiri dari 2 kelompok, yang pertama kelas 8, dan yang kedua kelas 7. Dan dalam perjalanan saya sebagai pengurus osis, saya itu tidak pernah tenang, karena ada kadangkala yang ingin mengajak rajia siswa, pelaksanaan hari-hari penting, seperti hari guru, kebaktian, dan lain sebagainya. Dan setelah saya kelas 8 guru bidang kesiswaan ingin memilih pengurus osis yang baru, karena kelas 9 sudah mau UN jadi agar tidak terbebani maka guru kesiswaan memilih osis baru. Dan sialnya saya menjadi ketua kelas lagi di kelas 8, dan yang paling tidak saya sangka-sangka adalah saya dipilih menjadi ketua osis 1. Entah apa yang dilihat oleh guru dari saya sehingga memilih saya menjadi ketua osis. Tetapi sebelum saya SMP saya sebenarnya sering menjadi ketua kelas sewaktu SD. Saya menjabat sebagai ketua kelas di SD sebanyak 4 kali, yaitu kelas 1,2,3, dan kelas 5. Saya tidak tau apa ada hubungannya dengan itu, tetapi mungkin Tuhan sudah merencanakannya sedemikian rupa.
            Tetapi selama saya menjabat sebagai ketua osis, saya lebih tidak nyaman dalam belajar daripada tahun yang lalu. Dimana jika tahun yang lalu hanya melaksanakan rajia, dan persiapan hari Guru. Tetapi untuk tahun ini, kami melaksakan Liga Osis, atau yang biasa disebut Ligos. Dalam pembukaan Ligos banyak guru yang menyatakan bahwa pembukaan Ligos ini banyak Guru yang senang, karena baru kali ini pembukaan Ligos semeriah ini. Dan sebelum pelaksanaan Ligos kami sebenarnya sudah sangat repot karena harus mengurus pelaksanaannya. Dan lagi kami harus mempersiapkan acara untuk hari guru. Tetapi dalam pemungutan uang Ligos banyak kontroversi yang terjadi, dimana guru-guru sering memaki kami karena kami dianggap bolos belajar hanya karena memungut uang Ligos ini. Termasuk wali kelas kami juga memaki kami karena hal tersebut. Tetapi itu bukanlah penghalang untuk kami dalam memungut dananya, kami tetap memungutnya meski harus memakan waktu belajar.  Setelah uang Ligosnya sudah terkumpul. Ternyata kami dilanda masalah yaitu uangnya kurang, atau uangnya tidak setara dengan jumlah siswanya. Karena hal tersebut kami diajak rapat oleh Kasek untuk memastikannya. Dalam berlangsungnya rapat. Kami dan guru banyak yang bingung entah kemana uangnya, entah hilang atau di belanjakan untuk kepentingan Ligos, saya kurang tau. Yang pasti dari hasil rapat tersebut kami dipertanggungjawabkan untuk memenuhi uang yang kuran tersebut, tetapi untunglah uang tersebut bisa terpenuhi dengan maksimal. Dan tiba setelah hari guru, ternyata sangat banyak kekurangan dalam acara tersebut, di pertengahan acara saya dimaki guru karena saya sebagai ketua osis tidak berperan banyak. Dan bisa dibilang acara tersebut berjalan seperti hanya asal jadi saja. Dan setelah acara itu selesai saya jadi tidak bisa tenang. Saya tidak tenang karena kemungkinan besar kami para pengurus osis akan diajak bapak Kasek lagi untuk rapat, untuk menanyakan tertib acara tersebut. dan mulai dari situ dalam hati saya sudah timbul penyesalan yang besar, yaitu “mengapa saya harus menjadi ketua osis.?”
            Mungkin saya terpilih menjadi ketua osis karena saya orangnya agak pendiam (tapi sekali-kali :D ). Dan juga mungkin mereka beranggapan bahwa saya itu mampu menjabat sebagai pengurus osis. Ternyata “TIDAK”.


Itulah pengalaman saya dalam menjabat sebagai ketua osis di SMP Negeri 1 Laguboti. Ikuti terus kelajuan blog ini yah.! J

Sabtu, 23 November 2013

GARIS HIDUPKU

Garis Hidupku

Aku tertunduk lemah dengan segala impian
Jalan takdirku akan segera terlihat
Akankah datang tetesan air mata kebahagiaan
Atau malah seribu kepahitan yang mendera

Lantunan doa mengiringi langkahku
Rebahkan tangan dan sujudku padaMu
Izinkan Tuhan kuraih cita – citaku
Ulurkan segala ridho untuk jalan hidupku

Aku yakin,
Bahwa aku dapatkan sesuatu yang terbaik
Demi masaku dihari nanti
Yang tak pasti kuketahui
Namun aku selalu bersyukur
untuk jalani garis hidupku
Yang telah tertulis dan pasti terjadi J



SAHABAT SEJATI


SAHABAT SEJATI

Aku tidak ingin memberimu air mata
Bila itu berarti berpisah
Aku tidak akan memberimu hadiah
kalau itu berarti kita tidak pernah berjumpa
Tetapi izinkan aku memberimu satu ruang di hati
Sebagai bukti bahwa kau Sahabat Sejati
Hari panjang telah kita lalui
Sungguh, jangan buru buru di akhiri
walau mungkin kita akan jauh
Tapi biarlah kalbu terus berbunga rindu
Mungkin kita tak akan slalu berjumpa
Yang penting saling ingat dalam doa
Semoga Tuhan,
senantiasa Menyayangi kita dalam bahagia J

SOSIOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN


Banyak pihak yang mensinyalir rendahnya kualitas pendidikan saat ini berkaitan erat dengan rendahnya motivasi belajar siswa. Rendahnya motivasi belajar tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kurang tertariknya siswa dengan pelajaran Sosiologi. Ada beberapa siswa yang beranggapan bahwa pelajaran sosiologi adalah pelajaran yang sangat membosankan.
 Untuk memecahkan masalah pembelajaran yang demikian perlu dilakukan berbagai  upaya, antara lain berupa pengembangan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran secara menyeluruh dalam belajar.
Metode Pembelajaran Debate merupakan salah satu pendekatan pembelajaran motivasional yang diyakini mampu meningkatkan motivasi maupun prestasi siswa dalam belajar. Berdasarkan kenyataan di atas maka penulis merasa perlu  melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “ Peningkatkan Motivasi Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Debate di Kelas XI SMA Negeri 2 Doloksanggul.T.P.2011/2012.
Penulis memandang bahwa permasalahan kurangnya motivasi belajar siswa pada pelajaran Sosiologi sangat mendesak dan perlu untuk segera diatasi mengingat bahwa pelajaran Sosiologi adalah salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan dalam Ujian Nasional. Pada penelitian ini akan dikembangkan  tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Debate.

1.1.Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
a.Perumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah dalam  penelitian tindakan kelas ini,yakni:
  1. Bagaimana cara meningkatkkan motivasi siswa dalam mempelajari pelajaran sosioogi di kelas XI SMA Negeri 2 Doloksanggul.
  2. Apakah kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran Debate ini dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya?

b. Pemecahan Masalah
          Siswa yang ingin mendapatkan perhatian dan penghargaan akan merasa dihargai ketika diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat,ide maupun saran-sarannya. Perasaan dihargai dan berharga ini akan siswa dapatkan ketika dia diberi kesempatan untuk berbicara dan mengemukakan ide atau pendapatnya melalu metode pembelajaran Debate.
          Metode pembelajaran Debate ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa untuk  belajar Sosiologi Salah satu indikator keberhasilan metode ini dibandingkan dengan metode yang sudah pernah diteliti. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, dengan harapan metode Debate dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara menyeluruh dalam belajar. Dengan pendekatan metode Debate, tentunya anak akan lebih serius belajar di sekolah dan di rumah, misalnya dalam tugas-tugas  mata pelajaran sosiologi.

1.2.Tujuan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan tujuan
1.              Untuk mengetahui bagaimana meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan metode Debate
2.      Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran Debate di kelas XI SMA Negeri 2 Doloksanggul

1.3.Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut:
a.   Bagi lembaga/sekolah
Sebagai penambah sumber keilmuan yang baru bagi lembaga, sehingga lembaga tersebut lebih sering menggunakan metode Debate sebagai upaya menuju demokratisasi pendidikan.



b.   Bagi guru
Sebagai alat tolak ukur bagi metode yang telah disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar dikelas, sehingga guru dapat menggunakan metode yang lebih baik dalam kegiatan belajar mengajar guna mencapai berbagai tujuan yang diinginkan.
c.   Bagi siswa
Sebagai tambahan ilmu mengenai metode dalam pendidikan, sehingga mereka mengetahui bahwa dalam pendidikan mereka bukan hanya dijadikan sebagai obyek, melainkan perlu juga dijadikan sebagai  subjek .

BAB  II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

II.1. Landasan Teori
II.1.a. Pengertian Motivasi
           Ada  dua pendekatan yang dapat digunakan untuk meninjau dan memahami motivasi
yaitu:
  1. Motivasi dipandang sebagai suatu proses.Pengetahuan tentang itu dapat membantu menjelaskan tingkah laku yang diamati dan meramalkan tingkaj laku orang lain.
  2. Menentukan karakteristik proses ini berdasarkan petunjuk-petunjuk tinhkah laku seseorang.
Jadi motivasi dapat dirumuskan sebagai upaya atau dorongan dalam diri manusia yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
.          
  Pentingnya Motivasi dalam Upaya Belajar dan pembelajaran
 Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya.Uraian di atas menunjukkan bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi adalah :
1.    mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan  misalnya belajar.
2.    motivasi berfungsi sebagai pengarah artinya mengarahkan perbuatan untuk  mencapai tujuan yang diinginkan.
3.    motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang ( Dr. Oemar Hamalik, 2007,108)

Jenis dan Sifat Motivasi
        Dari keseluruhan teori motivasi dapat diajuka 3 pendekatan untuk menentukan jenis-jenis motivasi, yakni:
1.                Pendekatan kebutuhan
2.                Pendekatan fungsional
3.                Pendekatan deskriptif.
Berdasarkan pendekatan kebutuhan tersebut, Abraham.H.Maslow menyatakan bahwa salah satu kebutuhan manusia itu adalah kebutuhan sosial yaitu kebutuhan untuk diterima ,dihormati dan dihargai dan berprestasi serta kebuthan untuk berpartisipasi.
2.2.            Pengertian belajar
       Belajar adalah suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar. Belajar juga merupakan suatu proses sikap did usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Drs.Slameto,2002,2).Lingkungan dalam hal ini bisa teman,guru,keluarga,maupun masyarakat sekitarnya. Sedangkanyang dimaksud perubahan sikap di sini adalah apabila seseorang yang semula “tidak tahu” maka setelah mempelajari sesuatu berubah  menjadi “tahu”atau dari yang “tidak suka” pada suatu mata pelajaran tertentu menjad “ suka “ akan pelajaran tersebut.
2.3.          Pengertian Model Pembelajaran
      Model pembelajaran adalah suatu cara kegiatan pembelajaran yang dilakukan gurudalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran mencakup suatu pendekatan pembelajaran yang luas dan menyeluruh.
       Salah satu model pembelajaran yang merangsang siswa untuk mau mengemukakan pendapat atau gagasannya secara terbuka adalah melalui “Debate”
di kelas untuk membahas hal-hal yang dianggap sangat relevan untuk dibicarakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Debate artinya pembicaraan yang berisi berbantah-bantah saling menyanggah mempertahankan pendapat (sifatnya bertukar pikiran). Sedangkan berdebat artinya bertukar pikiran tentang suatu haldengan saling member alas an untuk mempertahankan pendapat.
       Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam debat di kelas adalahdengan cara:
1.        Guru membagi kelompok peserta debate menjadi 2,dimana satu pro dan yang lain           kontra.
2.        Guru member tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok di atas.
3.        Setelah selesai membaca materi,Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mengemukakan pendapatnya.
4.        Sementara siswa menyampaikan gagasannya,Guru menulis inti /ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.ide
5.        Guru menambahkan konsep / ide yang belum terungkap
6.        Dari data-data yang diungkapkan tersebut,Guru mengajak siswa membuat kesimpulan / rangkuman yang mengacu pada topikyang ingin dicapai.
2.4.       Kerangka Berpikir
       Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kerangka berpikir dari penelitian tindakan kelas ini yaitu, dengan menggunakan metode pembelajaran debate akan  meningkatkan memotivasi siswa untuk mempelajari pelajaran  sosiologi.
Suatu masalah yang akan dipecahkan selalu mempunyai ciri yaitu adanya suatu kesulitan baik yang bersifat psikis maupun fisik, maksudnya dalam percakapan sehari-hari dikatakan bahwa ada persoalan yang memerlukan otak dan ada yang memerlukan otot untuk dapat memecahkannya. Oleh sebab itulah maka sebaiknya suatu masalah yang akan dipecahkan oleh murid harus selalu merupakan masalah yang kepentingan pemecahannya benar-benar dihayati sebagai kebutuhan bagi hidupnya.
Suatu masalah dikatakan masalah yang baik bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.        Jelas, dalam arti bersih dari kesalahan-kesalahan bahasa maupun isi pengertian yang
berbeda.
2.    Kesulitan dapat diatasi, maksudnya adalah bahwa pokok persoalan yang akan dipecahkan tidak merupakan pokok berganda
3.    Bernilai bagi murid, hasil atupun proses yang dialami murid harus bermanfaat dan menguntungkan pengalaman murid atau memperkaya pengalaman murid.
4.    Sesuai dengan perkembanganm psikis murid, masalah yang dipecahkan tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.
5.    Praktis, dalam artian mungkin dijumpai delam kehidupan sehari-hari (Jusuf Djaan kepada siswa pengetahuan dan kecakapan praktis yang bernilai atau bermafat bagi kehidupan sehari-hari.
.                                               BAB  III
METODE  PENELITIAN

III.1.  Subjek Penelitian
Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas XI IPS-1 SMA Negeri 2 Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan jumlah siswa 32 orang.
Pertimbangan penulis mengambil subyek penilitian tersebut dimana siswa kelas XI IPS-1 adalah siswa yang paling banyak mengalami masalah dalam belajar dan perlu motivasi dan langkah-langkah dalam pemecahan masalah tersebut.
III.2.   Tempat Penelitian
Untuk tempat Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan.
III.3.   Waktu (Setting) Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan sejak bulan Juli 2011 sampai September 2011. Dibagi dalam 3 siklus.
III.4.   Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang diterapkan dalam hal ini antara lain :
1. Perencanaan
Meliputi penyampaian materi pelajaran, latian soal, pembahasan latian soal, tugas pekerjaan rumah ( kegiatan penelitian utama ) pembahasan PR, ulangan harian.
2. Tindakan ( Action )/ Kegiatan, mencakup
a. Siklus I, meliputi : Pendahuluan, kegiatan pokok dan penutup.
b. Siklus II, meliputi : Pendahuluan,kegiatan pokok,dan penutup
c. Siklus III, meliputi : Pendahuluan,kegiatan pokok,dan penutup
3. Refleksi, dimana perlu adanya pembahasan antara siklus – siklus tersebut untuk   dapat menentukan kesimpulan atau hasil dari penelitian.





II.5.   Rencana/langkah-Langkah Tindakan Penelitian
.           A.        Kegiatan Peneliti:       
  1. Peneliti menetapkan suatu pokok atau problema yang akan dipecahkan guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok permasalahan
  2. Guru mengatur giliran pembicaraan agar semua siswa tidak serempak berbicara mengemukakan pendapatnya masing-masing
  3. Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendapatkan apa yang sedang dikemukakan
  4. Mengatur agar sifat atau isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok permasalahan.
B.        Kegiatan siswa
a.    Menelaah topik atau pokok permasalahan yang diajukan guru, atau mengusulkan suatu problema.
b.    Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencari sumber atau data dari buku-buku sumber pengetahuan lain agar dapat menemukan jawaban pemecahan masalah yang diajukan
c.    Menghormati pendapat teman-temannya walaupun tidak setuju dengan pendapat yang dikemukakan.
III.6.   Persiapan Penelitian
                  Metode pembelajarann bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam debate dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Penggunaan metode ini memerlukan persiapan-persiapan sebagai berikut:
a.   Adanya  masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuanya..
b.   Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain sebagainya.
c.   Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh pada langkah kedua diatas.
d.  Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok, apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya, seperti demontrasi, tugas, diskusi dan lain sebagainya.
e.   Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus samapi kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban daari masalah tadi.
Disamping langkah tersebut juga terdapat langkah-langkah lain yaitu sebagai berikut:
-           pengenalan kesulitan masalah
-           pendefinisian masalah
-           saran-saran mengenai berbagai kemungkinan pemecahan
-           pengujian hipotesis
-           memferifikasi kesimpulan (Muhaimin dkk, 1996 : 88)
III.8.   Siklus Penelitian        
            Siklus dalam penelitian ini adalah merupakan hal yang paling inti dari Penelitian tindakan kelas karena dengan siklus itulah sebuah metode dapat diuji secara akurat dan lebih mempunyai kridibilitas yang tinggi serta kita akan dapat mengetahui secara seksama pengaruh penggunaan metode yang kita aplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam Penelitin kami ini dilaksanakan dengan tiga kali siklus yang berlangsung  antara bulan juli sampai bulan september  2011. Adapun tema yang diambil adalah “ Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Debate pada Pelajaran Sosiologi.
III.9.    Instrumen
Alat yang digunakan dalam proses pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) disekolah ini adalah buku pedoman guru dan siswa kelas XI IPS SMA serta buku pedoman sosiologi KTSP 2006, dan Lembar Kerja Siswa serta sarana dan prasarana pembelajaran seperti VCD, laptop, infocus dan alat-alat tulis.

III.10.  Jadwal Penelitian
Siklus 1 ( 18 Juli-18 Agustus)
1.Perencanaan
a.Peneliti menetapkan suatu pokok permasalahanyang akan dipecahkan dan menugaskan siswa untuk membaca materi yang mendukung.
b.Guru mengatur giliraran pembicaran agar siswa tidak serempak berbicara dalam mengemukakan pendapatnya.Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mengemukakan pendapatnya.
d.Mengatur agar sifat atau isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok permasalahan.

2.Pelaksanaan.
- Menjelaskan indicator,tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran.
- Membantu siswa menyiapkan bahan atau media yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian
- Memberikan topic permasalahan
- Memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapatnya dalam diskusi
C.        Tahap akhir
- peneliti menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan pemantapan
- peneliti memberikan himbauan dan motivasi siswa untuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas neliti mengakhiri pembelajaran

3.Pengamatan
Dari pengamatan dapat diketahui secara langsung bahwa dengan menggunakan metode debate ini susasana kelas menjadi hidup dan menyenangkan. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang ikut aktif dalam mengajukan pendapatnya untuk membahas masalah yang sedang dibicarakan.Di samping itu siswa sangat antusias mendengar dan memperhatikan temannya yang sedang berbicara.

Siklus II ( 19 Agustus -19 September)
1.Perencanaan
a.Peneliti menetapkan suatu pokok permasalahanyang akan dipecahkan dan menugaskan siswa untuk membaca materi yang mendukung.
b.Guru mengatur giliraran pembicaran agar siswa tidak serempak berbicara dalam mengemukakan pendapatnya.Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mengemukakan pendapatnya.
d.Mengatur agar sifat atau isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok permasalahan.

2. Pelaksanaan
-Menjelaskan indicator,tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran.
- Membantu siswa menyiapkan bahan atau media yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian
- Memberikan topic permasalahan
- Memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapatnya dalam diskusi
- Peneliti member rangsangan berpikir
Tahap akhir
- peneliti menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan pemantapan
- peneliti memberikan himbauan dan motivasi siswa untuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas neliti mengakhiri pembelajaran

3.Pengamatan
Dari pengamatan dapat diketahui secara langsung bahwa dengan menggunakan metode debate ini susasana kelas menjadi hidup dan menyenangkan. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang ikut aktif dalam mengajukan pendapatnya untuk membahas masalah yang sedang dibicarakan.Di samping itu siswa sangat antusias mendengar dan memperhatikan temannya yang sedang berbicara. Siswa mulai tertarik dengan pembelajaran ini dan siswa tidak ada yang mengantuk. Untuk siklus selanjutnya diupayakan lagi pembelajaran yang lebih menarik dan menyenagkan.

Siklus 3 ( 20 September-20 Oktober)

1.Perencanaan
a.Peneliti menetapkan suatu pokok permasalahanyang akan dipecahkan dan menugaskan siswa untuk membaca materi yang mendukung.
b.Guru mengatur giliraran pembicaran agar siswa tidak serempak berbicara dalam mengemukakan pendapatnya.Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mengemukakan pendapatnya.
d.Mengatur agar sifat atau isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok permasalahan.
2. Pelaksanaan
-Menjelaskan indicator,tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran.
- Membantu siswa menyiapkan bahan atau media yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian
- Memberikan topic permasalahan
- Memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapatnya dalam diskusi
- Peneliti member rangsangan berpikir
Tahap akhir
- peneliti menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan pemantapan
- peneliti memberikan himbauan dan motivasi siswa untuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas neliti mengakhiri pembelajaran
3.Pengamatan
Dari pengamatan dapat diketahui secara langsung bahwa dengan menggunakan metode debate ini susasana kelas menjadi hidup dan menyenangkan. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang ikut aktif dalam mengajukan pendapatnya untuk membahas masalah yang sedang dibicarakan.Di samping itu siswa sangat antusias mendengar dan memperhatikan temannya yang sedang berbicara. Siswa mulai tertarik dengan pembelajaran ini dan siswa tidak ada yang mengantuk. Siswa mulai berminat untuk mulai suka dan tertarik untuk mempelajari pelajaran Sosiologi dan tidak ada lagi kesempatan untuk berbicara dengan teman sebangku,bermain-main bahkan tertidur.
4.Refleksi
 Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran debate ini sangat membantu siswa untuk mempelajari pelajaran sosiologi dimana selama ini pembelajaran ini dianggap membosankan dan terlalu banyak hafalan.Dengan menggunakan metode debate ini siswa tidak lagi harus menghafal secara terpaksa tetepi mengingat sendiri dari apa yang sudah diperdebatkan.Dan terbukti siswa lebih cepat mengingat apa yang sudah diperdebatkan daripada disuruh membaca dan menghafal.
         Selain itu juga siswa menjadi sangat antusias untuk menggali informasi dari berbagai media untuk memperkaya pengetahuannya dalam debate atau diskusi. Siswa juga tidak ada lagi yang mengantuk  pada saat pembelajaran berlangsung.
          Di samping kelebihan-kelebihan yang sudah disebutkan di atas masih terdapat juga beberapa kelemahan,antara lain siswa yang pemalu dan pendiam masih sulit untuk berdebat,sementara siswa yang suka berdebat akan mendominasi setiap diskusi atau perdebatan. Perlu ada berbagai upaya lagi untuk membuat pembelajaran sosoilogi ini menjadi pelajaran yang sangat digemari oleh siswa-siswa jurusan IPS.




PENTINGNYA PARTISIPASI KEBIJAKAN PUBLIK

Pentingnya Partisipasi Kebijakan Publik
Partisipasi publik atau partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah merupakan hak masyarakat, yang dapat dilakukan baik dalam tahap penyiapan maupun tahap pembahasan. Dalam konteks hak asasi manusia, setiap hak pada masyarakat menimbulkan kewajiban pada pemerintah, sehingga haruslah jelas pengaturan mengenai kewajiban Pemerintahan Daerah untuk memenuhi hak atas partisipasi masyarakat dalam penyusunan Perda tersebut. Menurut Mahendra Putra Kurnia, titik tolak dari penyusunan suatu peraturan daerah adalah efektivitas dan evisiensinya pada masyarakat. Dengan kata lain, penarapan suatu peraturan daerah harus tepat guna dan berhasil guna, tidak mengatur golongan orang tetentu saja, dengan mengabaikan kepentingan golongan lain yang lebih banyak. Sehingga dalam proses penyusunannya, para pihak yang berkepentingan dan memiliki kaitan langsung ataupun tidak langsung terhadap kebijakan yang hendak diambil harus dilibatkan. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa konsep partisipasi masyarakat berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintahan tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peranserta dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan. Selanjutnya dalam konsep demokrasi, asas keterbukaan atau partisipasi merupakan salah satu syarat minimum, sebagaimana dikemukakan oleh Burkens dalam buku yang berjudul Beginselen van de democratische rechsstaat, bahwa:
1. Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama dalam pemilihan yang bebas dan rahasia;
2. Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk dipilih;
3. Setiap orang mempunyai hak-hak politik berupa hak atas kebebasan berpendapat dan berkumpul;
4. Badan perwakilan rakyat mempengaruhi pengambilan keputusan melalui sarana (mede) beslissing-recht (hak untuk ikut memutuskan dan atau melalui wewenang pengawas;
5. Asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan yang terbuka;
6. Dihormatinya hak-hak kaum minoritas.
Asas keterbukaan sebagai salah satu syarat minimum dari demokrasi terungkap pula dalam pendapat Couwenberg dan Sri Soemantri Mertosoewignjo. Menurut S.W. Couwenberg, 5 (lima) asas demokratis yang melandasi rechtsstaat, 2 (dua) diantaranya adalah asas pertanggungjawaban dan asas publik (openbaarheidsbeginsel), yang lainnya adalah asas hak-hak politik, asas mayoritas, dan asas perwakilan. Senada dengan itu, Sri Soemantri mengemukakan bahwa ide demokrasi menjelmakan dirinya dalam 5 (lima) hal, 2 (dua) diantaranya adalah pemerintah harus bersikap terbuka (openbaarheid van bestuur) dan dimungkinkannya rakyat yang berkepentingan menyampaikan keluhannya mengenai tindakan-tindakan penjabat yang dianggap merugikan. Tampak jelas bahwa dalam paham demokrasi terdapat asas keterbukaan, yang berkaitan dengan asas partisipasi masyarakat, sebagaimana pula dikemukakan oleh Franz Magnis-Suseno:
“Paham demokrasi atau kedaulatan rakyat mengandung makna, pemerintahan negara tetap di bawah kontrol masyarakat. Kontrol ini melalui 2 (dua) sarana: secara langsung melalui pemilihan para wakil rakyat dan secara tidak langsung melalui keterbukaan (publicity) pengambilan keputusan. Pertama, pemilihan wakil rakyat berkonsekuensi pada adanya pertanggungjawaban. Karena, jika partai-partai mau terpilih kembali dalam pemilihan berikut, mereka tidak dapat begitu saja mempermainkan kepercayaan para pendukung mereka, sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Kedua, keterbukaan pengambilan keputusan merupakan suatu keharusan. Karena pemerintah bertindak demi dan atas nama seluruh masyarakat, maka seluruh masyarakat berhak untuk mengetahui apa yang dilakukannya. Bukan saja berhak mengetahui, juga berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan”.
Selanjutnya Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere memaknai partisipasi sebagai berikut: bahwa pihak-pihak yang dipengaruhi oleh suatu keputusan yang ditetapkan the stakeholders (pihak yang mempunyai kepentingan) memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan, kritik dan mengambil bagian dalam pembuatan keputusan-keputusan pemerintahan. Pengertian partisipasi tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian partisipasi politik yang diberikan oleh Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam Miriam Budiardjo, yaitu bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Pengertian partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara terlibat dalam proses pengambilan keputusan, dalam kepustakaan kebijakan publik di Belanda disebut inspraak atau partisipasi politik langsung. Ciri terpenting dari partisipasi politik langsung adalah tidak melalui proses perwakilan, melainkan warga negara berhubungan langsung dengan para pengambil keputusan. Dikaitkan dengan pendapat Herbert Mc Closky, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan publik.



Tujuan dasar dari peran serta masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan presepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, karena dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak akibat kebijakan dan kelompok kepentingan (interest group), para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan kelompok tersebut, untuk kemudian menuangkannya kedalam suatu konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil keputusan (stakeholder) untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang pasti dari berbagai faktor. Selain itu, partisipasi publik juga merupakan pemenuhan terhadap etika politik yang menempatkan rakyat sebagai sumber kekuasaan dan kedaulatan. Menurut Sad Dian Utomo dalam Indra J. Piliang, manfaat partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk dalam pembuatan peraturan daerah adalah:
1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik;
2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik;
3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif;
4. Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik dapat dihemat.
Dari penjelasan tersebut diatas jelas menunjukan bahwa dalam proses pengambilan keputusan, termasuk pengambilan keputusan dalam bentuk peraturan daerah, terdapat hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan peraturan daerah, yakni memberi masukan secara lisan atau tertulis dalam persiapan maupun pembahasan rancangan peraturan daerah.
Konsep partisipasi sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang baru dalam praktik-praktik pembangunan di Indonesia, karena konsep ini sudah banyak digunakan terutama sejak orde baru. Pada saat itu kita mengenal dengan istilah bottom up approach sebagai jargon utama dalam proses perencanaan pembangunan. Praktiknya terutama bias ditemukan dalam rapat-rapat perencanaan pembangun di semua level pemerintahan, yang “seolah-olah” menerapkan prinsip partisipasi. Pada saat itu lembaga seperti LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) menjadi ikon partisipasi di tingkat bawah, meskipun dalam pratiknya lebih banyak didominasi elit desa.

Perubahan politik di tahun 1998 menjadi tonggak perubahan dalam tata pemerintahan di Indonesia, mulai dari perubahan rezim hingga banyak aturan-aturan baru yang pada era sebelumnya sangat sulit untuk berubah. Salah satu contoh yang paling konkrit adalah keluarnya paket undang-undang pemerintahan daerah, yang kemudian menjadi arah baru pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Aturan-aturan baru ini cukup berdampak luas, terutama dalam arah hubungan pusat—daerah dan pemerintah-masyarakat di tingkat lokal. Berangkat dari realitas ini konsep partisipasi kembali mendapatkan tempat sebagai mainstream baru yang merepresentasikan perubahan dalam proses-proses perencanaan pembangunan.

Secara umum partisipasi bisa dipahami dalam dua pandangan utama yaitu perspektif teori pluralisme dan demokrasi langsung. Dalam perspektif pertama, konsep partisipasi lebih difokuskan pada representasi kepentingan, terutama melalui kelompok-kelompok kepentingan dan struktur politik lainnya. Sementara untuk yang kedua, partisipasi merupakan sebuah bentuk keterlibatan dan pengaruh langsung individu atas pengambilan sebuah keputusan (Mayer, 1997;9).
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, baik penyediaan barang dan jasa maupun regulasi, sangat diperlukan. Hal ini untuk menjamin bahwa kebijakan yang disusun akan mengakomodir kepentingan masyarakat serta tidak akan merugikan. Usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik daerah agar lebih berpihak pada masyarakat telah diusahakan oleh banyak pihak. Salah satu diantaranya usaha-usaha tersebut adalah melalui advokasi untuk mereformasi regulasi daerah. Dengan adanya advokasi ditingkat regulasi daerah diharapkan adanya pelembagaan kebijakan publik yang pro-rakyat. Namun usaha untuk mereformasi regulasi didaerah pun masih menghadapi banyak kendala. Seperti misalnya kapasitas jejaringan, pengetahuan hukum, keterbatasan pengetahuan akan substansi yang diadvokasi, dan lain-lain. Kendala terbesar yang dihadapi sampai saat ini adalah belum jelasnya ruang/prosedur yang memungkinkan adanya partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan daerah.

Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan daerah saat ini masih harus mengadalkan “kesadaran dan kebaikan hati” para birokrat pemerintahan dan anggota DPRD. Advokasi kebijakan publik yang lebih pro-rakyat melalui penyusunan paraturan daerah saat ini baru dapat dilakukan secara tidak langsung. Partisipasi masyarakat baru dapat dilakukan sebatas mengajukan usulan punyusunan peraturan daerah (tentu saja untuk substansi tertentu) pada aparat pemerintahan atau anggota DPRD. Setelah itu sulit bagi masyarakat untuk melihat apakah usulannya diterima atau tidak. Kalau usulan penyusunan peraturan daerah tersebut diterima dan ditindaklanjuti oleh aparat pemerintah atau anggota DPRD, dari proses penyusunan sampai legislasi dan pengesahan peraturan daerah, masyarakat tetap tidak dapat mengontrol substansi yang diusung dalam peraturan daerah tersebut. Ketiadaan ruang yang jelas bagi partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan daerah tentu saja akan memperbesar resiko adanya penyimpangan dalam substansi yang diusulkan.

Dalam proses peyusunan peraturan perundang-undangan (peratuan daerah/perda) yang dilakukan secara partisipatif tersebut, masyarakat dapat terlibat mulai dari penelitian dan penyusunan naskah akademik, sampai dalam proses legislasi di DPRD. Lebih dari itu tidak memungkinkan lagi bagi masyarakat untuk terlibat. Tahap terakhir dari proses legislasi tersebut adalah black box, yaitu proses pengajuan draf ranperda untuk dibahas dalam sidang paripurna sampai penulisannya dalam lembaran daerah. Pada tahap ini proses bersifat politis dan sangat menentukan nasib dari peraturan yang diajukan tersebut.
Pada setiap tahap legislasi sangat berpotensi untuk terjadinya penyimpangan substansi perda. Penyimpang substansi ini terkait dengan kepentingan stakeholder yang berbeda terhadap peraturan yang sedang disusun, baik yang pro maupun yang kontra. Namun dengan ketelitian, argumentasi dan pendekatan yang baik dan rasional pada saat pembahasan, biasanya penyimpang tersebut dapat dihalangi dan dikembalikan pada substansi yang benar.

Secara prosedur formal, seluruh proses penyusunan produk hukum daerah adalah black box bagi masyarakat yang ingin mengusulkan atau berpartisipasi dalam penyusunan suatu produk hukum daerah. Masyarakat dapat memberikan usulan untuk penyusunan produk hukum daerah secara formal dengan mengusulkannya melalui Unit Kerja (SKPD) terkait di pemerintah daerah atau melalui DPRD. Dari pengalam yang ada, mengusulkan penyusunan produk hukum daerah melalui DPRD adalah jalan yang paling pendek dan tidak rumit. Yang diperlukan adalah kemampuan untuk meyakinkan anggota DPRD untuk mengakomodasi mereka.
Bila ada kesempatan bagi masyarakat untuk mengikuti proses pembahasan dalam proses penyusunn produk hukum daerah, sudah selayaknya kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini karena stakeholder lain yang kontra, yang mempunyai konflik kepentingan dengan kepentingan masyarakat umum, yang ingin memanfaatkannya hanya untuk kepentingan kelompok atau pribadinya saja, mereka pun akan terus berjuang untuk memasukan agenda atau kepentingan mereka dalam produk hukum yang sedang disusun. Bahkan perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai akhir pembahasan saja, kalau memungkinkan mereka akan berusaha untuk mempengaruhi anggota DPRD untuk mengakomodasi kepentingan mereka. Untuk itu perjuangan masyarakat dalam proses penyusunan produk hukum daerah tidak boleh berhenti begitu saja setelah diusulkan atau selesai dibahas di Panmus DPRD. Sudah seharusnya mereka pun mencoba untuk menitipkan agenda mereka pada anggota DPRD, bekerjasama dengan mereka, dan memberikan pengertian. Diharapkan ketika tahap penyusunan produk hukum memasuki black box, masyarakat yang mengusulkan tidak perlu khawatir karena di dalam black box tersebut ada anggota DPRD yang berjuangan untuk kepentingannya.
Oleh sebab itu pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan daerah harus mempunyai kapasitas pengetahuan yang cukup untuk menyusun, membahas, memperbaiki dan mempertahankan substansi yang ingin diatur. Untuk itu bagi mereka yang terlibat dalam penyusunan produk hukum baik itu pemerintah, anggota DPRD maupun masyarakat haru memiliki capacity building yang memadai tentang peraturan perundang-undangan. Hal lain yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah menyediakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan produk hukum daerah, partisipasi masyarakat akan lebih sangat penting apabila partisipasi tersebut diatur dalam suatu peraturan daerah, sehingga adanya jaminan dari pemerintah dan lebih sistematis partisipasi yang mereka bangun.




Dampak Negatif Akibat Warga Negara Tidak Aktif Berpartisipasi Dalam Kebijakan Publik
Di era otonomi daerah seperti sekarang, pemerintah memberi peluang yang sangat besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Segala aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang ditengah tengah kehidupan masyarakat dapat ditampung didaerah. Oleh karena itu pemerintah harus memberikan masukan dan seluruh lapisan masyarakat menangapinya.
Mengapa demikian ? karena masyarakatlah yang lebih tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan mereka dalam kehidupan sehari hari. Dengan keaktifan masyarakat, diharapkan akan muncul kebijakan publik yang dapat :
1.      Melindungi, mengayomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.      Selaras dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Sebaliknya, apabila masyarakat tidak aktif, akan muncul dampak negatif yang dapat merugikan masyarakat, antara lain ;
1.      Perumusan kebijakan public di daerah tidak memenuhi hak hak rakyat secara menyeluruh
2.      Kebijakan publik itu bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat
3.      Kebijakan publik itu bisa tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan nilai nilai budaya masyarakat.
Kebijakan public harus sejalan dengan kebutuhan pembangunan di daerahnya. Masyarakat mengharapkan kebijakan publik yang mewajibi kepentingannya. Janganlah kebijakan publik itu justru menjadikan pemimpin daerahmenjadi raja raja kecil di daerahnya. Mengapa demikian ?, karena dengan menjadi raja raja kecil, mereka sangat dihormati, disanjung, diberi upeti, dan ditakuti oleh warga dan bawahannya.
Selain aktif dalam pembuatan kebijakan publik, masyarakat juga diharapkan supaya aktif dalam penerapan kebijakan publik itu. Masyarakat dapat berperan dalam kebijakan publik tersebut dan juga sebagai pengawas. Contoh paling sederhana keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan publik sebagai berikut ini. Ketika Pemda mengeluarkan peraturan agar masyarakat tidak membuang sampah di sungai masyarakat harus mematuhinya. Saat Pemda melarang Pembangunan rumah di aliran sungai, masyarakat mematuhinya pula. Sedangkan contoh masyarakat bertindak sebagai pengawas dapat dilihat dari kasus para warga masyarakat mengawasi proyek pembangunan jalan raya atau fasilitas umum yang dilakukan pemerintah daerah atau DPRD. Berbagai macam bentuk penyimpangan perilaku terhadap per aturan atau kebijakan publik tersebut tentunya dapat menimbulkan peng a ruh negatif. Pengaruh negatif tersebut bergantung pada tingkatan partisipasinya, antara lain sebagai berikut.

A. Tidak Berperan Dalam Perencanaan Kebijakan
Jika masyarakat tidak ikut aktif dalam perencanaan kebijakan, pemerintah pusat atau daerah tidak akan mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan rakyat. Mungkin saja karena masyarakat nya pasif maka kebijakan yang disusun bertentangan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat.

B. Tidak Berperan Dalam Pelaksanaan Kebijakan
Kebijakan publik yang dibuat sebaik apapun akan menjadi hiasan belaka jika tidak dilaksanakan oleh seluruh komponen masya rakat. Contohnya seperti peraturan yang mengatur “trotoar” hanya untuk pejalan kaki tidak akan terwujud jika tidak dipatuhi oleh masyarakat. Dengan demikian, kota menjadi tidak tertib, tidak nyaman, dan sulit terwujud kota yang indah.

C. Tidak Berperan Dalam Mengawasi Pelaksanaan Kebijakan Publik
Pelaksanaan kebijakan publik yang tidak diawasi oleh masyarakat tentunya akan merugikan masyarakat itu sendiri. Contohnya, per aturan daerah yang melarang perjudian. Jika tidak didukung dan diawasi pelaksanaan pelarangannya, perjudian akan tetap marak di masyarakat.
Tentunya sekali lagi kita sebagai warga masyarakat harus terus aktif berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan publik. Hal ini akan berdampak pada terciptanya kondisi masyarakat yang sadar politik, sadar hukum, bermoral, dan suk sesnya pembangunan nasional.