Berikut ceritanya, disimak baik-baik yah, :)
DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM
Tokoh:
Yasin, Molek, Raden Mahmud, Cek Siti, Ibu Yasin, Sayid Mustafa.
Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan bertemu dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada saat itu, gadis cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di serambi rumahnya yang mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun, hubungan cinta mereka tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status sosial yang mencolok antara keduanya.
Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka tumbuh dalam kertas.
Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin. Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek. Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan Sayid menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan, kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena kerinduannya yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba menemui Molek di Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas. Namun pertemuan itu ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek yang sangat memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
Setelah kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian, ibunya pun meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu memilih hidup menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung itu
Yasin, Molek, Raden Mahmud, Cek Siti, Ibu Yasin, Sayid Mustafa.
Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan bertemu dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada saat itu, gadis cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di serambi rumahnya yang mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun, hubungan cinta mereka tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status sosial yang mencolok antara keduanya.
Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka tumbuh dalam kertas.
Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin. Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek. Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan Sayid menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan, kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena kerinduannya yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba menemui Molek di Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas. Namun pertemuan itu ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek yang sangat memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
Setelah kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian, ibunya pun meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu memilih hidup menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung itu
Seorang saudagar kaya bernama Haji
Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji
Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya.
Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke Palembang.
Di tengah-tengah perjalanan,
rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah perampok yang di pimpin
Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai
Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok
itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh.
Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
Suatu hari Samad, anak buah Medasing
yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya
adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad
berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang
sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang
penyamun itu. Dan niatnya dibisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad
berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan
dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari
bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai
menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya
dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut,
Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Dia walaupun dengan berat hati untuk
sementara akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Setelah berhasil dan sukses merampok
keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan
kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka
lakukan sebenarnya disebabkan karena encana mereka selalu dibocorkan oleh
Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang
kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para
pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa.
Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya.
Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah.
Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip.
Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin
pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia
sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan
diri.
Setelah Sanip meninggal dunia, di
sarang penyamun itu tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa
parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa
kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati
melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat
luka-luka yang diderita oleh Medasing.
Awalnya Sayu sangat takut dengan
Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut pada Medasing
berkcamuk dalam hati dan pikiran Sayu. Dia sangat takut pada Medasing, sebab
bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam. Medasing
sudah beberapa kali membunuh, termasuk mambunuh kedua Orangtuanya. Seluruh anak
buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya.
Akan tetapi perasaan takut dan benci
itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan
diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati
Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara. Sayu sendiri tidak berani
berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sedangkan Medasing sendiri memang
mempunyai karakter yang pendiam. Selama ini Medasing memang terkenal tidak suka
bicara. Dia hanya bicara pada hal-hal yang penting saja. Namun lama kelamaan
antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab. Medasing suka membicarakan
pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi
seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan
seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.
Dulu Medasing anak seorang saudagar
kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat.
Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia
sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut.
Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak
punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala
penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk
pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing.
Jadi gerombolan perampok yang dia
pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya.
Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi
menjadi pimpinan perampok.
Karena sejak kecil hidupnya di dalam
lingkungan perampok terus, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain
merampok. Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing tentang
sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi
luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu
merawatnya sampai sembuh.
Persediaan makanan dalam hutan sudah
habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba
mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena menyadari
akan kenyataan itu Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu. Dan mereka
keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.
Sampai di kota Pagar Alam, keduanya
langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut,
sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik
orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di
pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat
Nyai Haji Andun.
Ternyata Nyai Haji Andun tidak
meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka
parah dan berhasil sembuh kembali. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung
kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering mengigau anaknya yang dibawa
perampok. Nah, disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul
dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan
yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka.
Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu
hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan
dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu
dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Sehingga waktu itu, karena segala macam yang
berkecamuk, medasing memutuskan hendak meninggalkan Sayu.
Sejak itu Medasing berubah total
hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja.
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari
tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya.
Suatu malam, ketika Haji Karim
sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu
rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah
Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya
sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang
lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu,
mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal
di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun paginya
secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan Sayu istrinya. Dia
pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan
damai di kampung.
0 komentar:
Posting Komentar